Assalamu'alaikum,
Hallo
akhi dan ukhti.. Kembali disini saya memberikan beberapa artikel yang
mungkin bisa bermanfaat, Amin. Langsung aja mungkin ya, sesuai dengan
judulnya lagi-lagi kedua kalinya saya membahas tentang pernikahan dan
pacaran. Saya sendiri tidak munafik untuk bilang saya tidak pernah
berpacaran. Saya kira setiap orang juga pernah dilanda cinta dan
akhirnya merajut kasih istilah lainnya yaitu pacaran. Namun pacaran
adalah dalih umat jahiliyah untuk menghalalkan berhubungan dengan
lawan jenis. Namun dekat-dekat ini santer terdengar para muda-mudi
mengenalkan istilah pacaran islami. Apa sesungguhnya pacaran islami?
Sudah
jelas dalam islam kita tidak dianjurkan berpacaran namun ta’aruf
yang artinya bertemu. Ta’aruf juga tidak hanya dilakukan untuk
lawan jenis saja tapi untuk semua umat. Bagaimana dengan pacaran
islami? Mereka mengatakan pacaran islami adalah proses pengenalan
suatu lawan jenis yang bertujuan positif. Mereka melakukan hal-hal
positif disini seperti belajar bersama, melakukan kegiatan
sosialisasi dsb. Lalu apakah mereka bisa menjamin dengan begitu
mereka tidak bisa tergoda untuk melakukan maksiat? Bukankah
bertemunya dua lawan jenis, orang ketiganya adalah syaitan? Mengapa
jika mereka sudah melakukan pendekatan dan mendapatkan kecocokan
tidak menyegerakan untuk menikah? Apakah kita mampu menahan hati
kita, menahan nafsu kita apalagi jika kita berpacaran bertahun-tahun?
Dan banyak lagi pertanyaan yang mungkin masih mengganjal di pikiran
saya. Ini suatu renungan bagi kita khususnya muda-mudi. Ini juga
menjadi renungan yang sangat saya pikirkan dan sampai akhirnya saya
memutuskan untuk tidak berpacaran lagi dan sekarang saya berencana
untuk menikah. Dan Alhamdulillah mendapat tanggapan positif dari
kedua orangtua saya meskipun awalnya mereka tidak setuju. Kembali ke
topik ya hehe.. Lalu apa keuntungan dari pacaran? Mereka beranggapan
pacaran adalah sarana saling mengenal lebih dalam antar lawan jenis.
Mengapa mereka tidak menyegerakan menikah saja? Banyak juga alasan
mereka untuk tidak melanjutkan hubungan mereka ke dalam sebuah
pernikahan, misal: masih kuliah, belum cukup umur, belum bekerja,
dsb. Pemikiran ini sangat ironis bagi saya, Awalnya saya juga
berpikir saya belum siap menikah, saya ingin berpacaran terlebih
dahulu. Namun saya tersadar apakah dengan berpacaran saya mampu
menahan segalanya? Bukankah maksiat adalah jalan kesesatan. Disitu
saya jadi berpikir keras alangkah baiknya kita memantapkan hati dan
tidak menunda pernikahan. Allah juga berjanji, jika mereka menikah
tapi kita tak mampu maka Allah akan memampukan mereka dengan
karuniaNya. Dan dengan menikah kita juga bisa mendapatkan pahala yang
melimpah yang sesuai dengan ayat berikut :
32.
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin
Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
33.
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan
budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah
kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan
pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah
yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan janganlah kamu paksa budak-budak
wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini
kesucian, karena kamu hendak mencari Keuntungan duniawi. dan
Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa
itu.
Subhanallah
lalu apa yang kita ragukan lagi? Ada pula sebagian masyarakat yang
beranggapan menikah itu hanya untuk orang kaya yang mampu karena
untuk menikah saja kita butuh biaya puluhan juta bahkan lebih. Untuk
maharnya, walimahan, resepsi dsb. Kita kembali pada pemahaman agama
islam yaitu islam itu mudah, tidak menyulitkan. Sekalipun orang tak
punya apa-apa saja bisa menikah. Dia bisa menggunakan hafalan
Al-Qur’an sebagai maharnya asalkan adanya keikhlasan dari pihak
wanita. Seperti pada zaman Rosulullah dahulu, ada seseorang namun dia
tak punya apa-apa dan akhirnya Rosulullah menikahkan dia menggunakan
hafalan Al-Qur’annya sebagai maharnya. Lalu bagaimana dengan
walimah? Walimah adalah salah satu sunnah dalam menikah, karena
memang untuk menghindari fitnah. Memang benar sebaiknya pernikahan
itu di umumkan, di umumkannya itu melalui walimah. Alangkah baiknya
walimah itu diadakan sesuai dengan kemampuan kita yang tidak bermewah
namun meriah. Tidak perlu kita bersusah payah hingga mengakibatkan
keburukan pada kita untuk mendapatkan walimah yang meriah dan megah.
Semoga artikel saya kali ini sangat membantu dan bermanfaat.
Bagaimana ukhti dan akhi, apakah ukhti dan akhi masih ingin
berpacaran atau justru tergugah hati ingin menikah ? ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar